apa yaNg dilihat, belum te n tu sePer ti yaNg terlihat

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Selasa, 12 April 2011

KARYA  5:    Alice In WonderTHAIland  © 2010  «

Design Keyword: “How can we encourage them to play?


Konsep karya:   
 WE WANT THEM  PLAY  NOT  MERELY  WITH  
FREE-MIND,MOREOVER, PLAY IMAGINATIVELY!


Hipotesis kami tentang kurangnya perhatian maupun pengakuan eksistensi dan hak asasi anak sebagai individu seutuhnya, pada budaya dan tradisi masyarakat di negara-negara berkembang, memang masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Hipotesis yang masih bersifat awal ini, berdasarkan pengamatan kami yang membandingkan tradisi budaya masyarakat di negara maju, seperti: Jepang, Cina, dan beberapa negara Eropah. Mereka memiliki beragam upacara tradisional maupun festival tahunan, khusus  merayakan segala hal berkaitan dengan anak. Pada upacara atau festival tersebut, anak dilibatkan secara aktif untuk menunjukkan pengakuan bahwa anak adalah individu independen. Upacara menyimbolkan cara orangtua mempersiapkan masa depan anak, melalui serangkaian kegiatan yang prinsipnya memperkenalkan anak pada cara-cara mengembangkan kreativitasnya.  Ragam upacara ini juga menandai tahapan-tahapan penting pertumbuhan anak, sekaligus menyiratkan pengakuan orangtua akan hak asasi anak dalam berbagai hal.


Berbeda dengan tradisi di negara berkembang, pada umumnya  masyarakat di Asia Tenggara ataupun Afrika, hanya mengupacarakan  anak saat dilahirkan dan ketika memasuki usia akil baliq. Kami berasumsi hal ini menunjukkan, pengakuan akan eksistensi anak  baru mulai diakui sepenuhnya ketika memasuki usia produktif. Sebelum memasuki akil baliq, anak diperlakukan dan disubordinasikan kehadirannya sesuai keinginan orangtua. Kemudaan usianya,  dianggap belum memungkinkan anak untuk independen membedakan nilai baik dan buruk. Hal ini tercermin pada pola pengasuhan dalam keluarga ataupun sistem pendidikan di sekolah yang cenderung bersifat satu arah; anak dituntut “patuh” karena orangtua dianggap selalu lebih tahu. Tidak heran, pola pikir ini menimbulkan kecenderungan orangtua mengabaikan beberapa hak asasi anak. Salah satu hak asasi anak yang (selalu) diabaikan orangtua adalah bermain.  Pada beberapa masyarakat di negara berkembang – terutama golongan ekonomi kurang mampu – bermain dianggap kegiatan membuang waktu dan uang. Anak dituntut turut berperan menopang ekonomi keluarga, eksploitasi yang memaksa anak dewasa sebelum waktunya. Akibatnya potensi kreativitas anak  tidak berkembang dengan baik. Pola pikir inilah  salah satu penyebab sulitnya suatu masyarakat keluar dari lilitan ketertinggalannya.

DIPERLUKAN FASILITAS PERMAINAN YANG TIDAK SAJA EDUKATIF DAN BERBIAYA MURAH, NAMUN JUGA DAPAT MEYAKINKAN ORANGTUA AKAN PENTINGNYA BERMAIN.  
MAKA DIGAGASLAH PERMAINAN TEMATIK ALICE IN WONDERTHAILAND. TERBUAT DARI BARANG-BARANG BEKAS, DENGAN SKALA DAN PROPORSI ESTETIKANYA BERTUJUAN  MENSTIMULASI  IMAJINASI ANAK BERADA PADA SUATU NEGERI DONGENG.



Desain Alice in WonderTHAIland, adalah permainan tematik untuk anak-anak pengungsi Myanmar di daerah perbatasan Mae Sot di Provinsi Tak, Thailand.  Tantangan utamanya, mendesain permainan edukatif yang dapat mempengaruhi cara pandang masyarakat akan pentingnya mengembangkan potensi kreativitas anak. Permainan dibuat dengan teknik sederhana, memanfaatkan barang bekas serta material yang mudah didapatkan di negara tropis. Harapan kami, permainan ini dapat direalisasikan tidak saja di Thailand, tapi juga di negara-negara berkembang lainnya.






1.  ALICE

2.  THE QUEEN  OF HEARTS
                                                   
3.  THE  KING  OF  HEARTS  
                                              
4.   THE  KNAVES   OF  HEARTS


Material:  ban mobil diisi adukan semen, bambu Ø 12 cm, bambu Ø 5 cm, kaleng bekas, kantong plastik bekas, bola mainan plastik, tampah bambu, cat minyak, tali plastik, irisan ban motor

Permainan yang mengembangkan daya imajinasi anak  dan kemampuan motoriknya.



6.  THE BLUE  CATERPILLAR

Material:  ban mobil bekas (bagian bawah dibolongin, agar tidak tadah hujan),  ban motor bekas, kayu dolken Ø 15cm, bola mainan plastik, cat minyak, tali plastik

Mendidik serta melatih the sense of riding   ‘kemampuan anak menyikronkan keseimbangan sensorik dan motoriknya’,  dan mengembangkan daya imajinasinya.


5.THE  WHITE  RABBIT


Material:  ban mobil bekas (dibolongin agar tidak tadah hujan),  ban mobil bekas dipotong menjadi 2/3 bagian, bambu  Ø 15cm, cat minyak

Mendidik serta melatih the sense of riding   ‘kemampuan anak menyikronkan keseimbangan sensorik dan motoriknya’,  dan mengembangkan daya imajinasinya.
8.  JUG  DOULTON








Material:  ban mobil bekas  dipotong menjadi 2/3 & bagian dalamnya diisi adukan,  ban motor bekas, bambu Ø 5 cm, papan kayu, batang besi Ø 2 cm & Ø 5 cm, engsel besi, cat minyak

Mendidik anak  the sense of riding ‘kemampuan anak menyikronkan keseimbangan sensorik dan motoriknya’,  dan mengembangkan daya imajinasinya.



7.  THE WORCESTER SAUCER



Material:  ban mobil bekas  dipotong menjadi 2/3 & bagian dalamnya diisi adukan,  ban motor bekas, bambu Ø 5 cm, cat minyak

Mendidik anak  the sense of security ‘konsep tentang kepemilikan ruang dalam   konteks sosial’, mengembangkan daya imajinasi, serta melatih the sense of riding ‘kemampuan anak menyikronkan keseimbangan sensorik dan
motoriknya’.
9.  CIRCLE  WITH  NO  CLEAR  WINNER



Material:  ban mobil bekas  diisi adukan semen, ban mobil bekas diisi pasir, ban mobil (bagian bawahnya dibolongin, agar tidak tadah hujan), ban motor (pinggirnya dipotong & bagian bawahnya dibolongin, agar tidak tadah hujan), ban motor diiris memanjang,  bambu Ø 15 cm, batang besi  Ø 2; 3; 5 cm, plat besi,  cat minyak

Mendidik anak  the sense of riding ‘kemampuan anak menyikronkan keseimbangan sensorik dan motoriknya’,  mengembangkan daya imajinasi  serta  the sense of security  ‘konsep tentang kepemilikan ruang dalam konteks sosial’,  dan melatih keberanian anak untuk bersikap kreatif.

10.  THE  CURIOUS  HALL


Material:  ban mobil bekas  diisi adukan semen, ban motor bekas (pinggirnya dipotong, agar tidak tadah hujan), ban motor diiris memanjang,  bambu  Ø10 & Ø 15 cm, tali ban,  cat minyak

Mendidik anak  the sense of riding ‘kemampuan anak menyikronkan keseimbangan sensorik dan motoriknya’,  mengembangkan daya imajinasi serta  the sense of security  ‘konsep tentang kepemilikan ruang dalam konteks sosial’,  dan melatih keberanian anak untuk bersikap kreatif.

11.   CANDIBAN



Material:  ban motor bekas  diisi adukan semen, ban motor bekas (pinggirnya dipotong, agar tidak tadah hujan),  bambu  Ø 15 cm, tali ban,  cat minyak

Mendidik anak  the sense of riding ‘kemampuan anak menyikronkan keseimbangan sensorik dan motoriknya’,  mengembangkan daya imajinasi  serta  the sense of security  ‘konsep tentang kepemilikan ruang dalam konteks sosial’,  dan melatih keberanian anak untuk bersikap kreatif.





Output karya:
Gambar kerja shop drawing desain sebelas permainan, Bill  of Quantity,  dan Rencana Anggaran Biaya. Karya  ini  diikutsertakan  pada sayembara internasional  Play for All,  yang diselenggarakan GO PLAY!, Thailand, 2010.


Tim Kerja SAGI-Architects © 2010:
Principal architect: Sarah Ginting
Junior architect: Nirwesthi Dhuhita
Apprentice:  Ari Dasa


e-mail: sarahginting@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar