apa yaNg dilihat, belum te n tu sePer ti yaNg terlihat

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Senin, 11 April 2011

Homo faber & Homo ludens


homo faber 
&
homo  ludens




Hal apakah yang paling penting dilakukan dalam mendesain?


Proses konsep desain dimulai dengan menyusun pertanyaan yang tepat terhadap konteks suatu masalah yang hendak disolusikan. Pertanyaan berperan mengurai sekaligus memfokuskan masalah pada intinya; berfungsi seperti “fondasi” pengokoh argumen  suatu keputusan desain.  Hasilnya rumusan design keyword  ‘keputusan awal’;  penuntun proses pemilihan ide utama dari sekian banyak alternatif  kemungkinan. Hal ini penting dalam proses memilih alternatif  ide yang selalu memiliki keterbatasan,  pros ‘nilai lebih’ sekaligus cons ‘kekurangan’.  Faktor-faktor pembentuk keoptimalan; desain menyolusikan suatu masalah tanpa menimbulkan atau setidaknya meminimalkan masalah baru.

Keoptimalan desain ditentukan oleh ketepatan memilih ide - dari sekian banyak alternatif kemungkinan. Menepatkan pilihan ide, dimulai dengan menepatkan pertanyaan pengintisari masalah, dengan cara mendialektikkan ide. Maksudnya,  mempertimbangkan ide dari berbagai sudut pandang dengan serangkaian pertanyaan, yang jawabannya mewujudkan estetika tidak hanya sebagai visualisasi, tapi juga “berfungsi”. Sebab pada prinsipnya, desain adalah estetika yang menghadirkan sistem:  pola, konvensi, aturan, bahkan hukum. Nilai-nilai  yang  membuat  ruang  - dalam berbagai definisi - menjadi  lebih nyaman untuk dihuni. 


Bagaimanakah cara berpikir agar dapat bertanya dengan tepat?

Desain pada prinsipnya, memfungsionalkan estetika yang menyolusikan dengan sistematis suatu masalah. Dan untuk mewujudkannya, mendesain dilakukan dengan mendialektikkan kreativitas. Maksudnya kreativitas berperan merumuskan serangkaian pertanyaan; pengintisari masalah dan penuntun saat memutuskan ide terbaik dari sekian banyak alternatif. Atau dengan kata lain, estetika adalah hasil dialektika kreativitas manusia yang maujud. Berarti untuk menjadi kreatif dalam mendesain, diperlukan terlebih dahulu pemahaman akan hakikat kreativitas tersebut dalam eksistensi manusia.


PROSES MEMAHAMI EKSISTENSI MANUSIA, DIMULAI DENGAN PERTANYAAN MENDASAR: 
BAGAIMANAKAH ESTETIKA HASIL KREATIVITAS MANUSIA DIVISUALISASIKAN DAN DIMAKNAI? 
TUJUANNYA MEMAHAMI PERAN DESAIN DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI MASYARAKAT URBAN, TERUTAMA DI NEGARA BERKEMBANG SEPERTI INDONESIA. 


Estetika yang dimaksud di sini, adalah estetika yang tidak lagi terkotak-kotak dalam batasan kategori: seni rupa, arsitektur, sastra, teater, musik, sendratari, maupun kriya. Tapi semua karya seni yang sama-sama didesain dengan motivasi dan tujuan sama; pemenuhan kebutuhan akibat hakikat kita sebagai Homo faber dan Homo ludens.

Untuk memahami  kreativitas  serta proses pendialektikkannya,  penelitian kami fokuskan pada dua definisi eksistensi manusia: Homo faber dan Homo ludens. Dua definisi yang menggunakan cara pendekatan berbeda, tapi pada prinsipnya sama-sama menjabarkan cara memproses kreativitas dalam mempertahankan hidup,  survival of the fittest. Metode penelitian didetail dengan “mempraktekkan-langsung” kedua definisi ini pada pengonsepan suatu desain. Yang secara spesifik, kreativitas diteliti perannya dalam mengolah dan mengorelasi konteks permasalahan terhadap  tuntutan parameter fungsi  yang hendak disolusikan desain. 


Praktek penjabaran interpretasi kami tentang Homo faber, berfokus pada penelitian tentang implikasi karya seni desain di ruang urban dalam berbagai konteks, dan cara masyarakat awam mempersepsikannya. Dan untuk memperdalam pemahaman Homo faber, dilakukan dengan membandingkannya dengan Homo ludens. Proses pemahaman ini dijabarkan pada lima karya bertema Let’s talk on Playing, since we are Homo ludens, actually.  Sejumlah karya yang konsepnya berangkat dari keprihatinan kami atas masalah kurangnya fasilitas urban dalam mengembangkan potensi kreativitas anak-anak. 



Bandung, 11  April 2011

Sarah Ginting
email: sarahginting@gmail.com











Tidak ada komentar:

Posting Komentar