apa yaNg dilihat, belum te n tu sePer ti yaNg terlihat

. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Senin, 11 April 2011

KARYA  1:   DK  Ching on Telly  ©  2006 «

Design Keyword: When is less and what it enough?

Untuk menyaksikan film animasi ini, dapat diakses di:
http://www.facebook.com/GangSesama

Konsep karya: 
DEFINISI KEBUTUHAN DAN KEINGINAN

Karya DK Ching on Telly dikonsepkan tidak hanya untuk orang dewasa, tetapi juga bertujuan memperkenalkan  seni kontemporer kepada anak-anak. Caranya dengan berangkat dari pemaparan paradigma kehidupan sehari-hari masyarakat urban Indonesia, yang ditelaah melalui efektivitas penggunaan ruang keluarga pada tiga golongan ekonomi: bawah, menengah, dan atas. Rutinitas keluarga dari saat bangun pagi hingga istirahat malam hari, ditampilkan melalui film animasi tanpa suara. Detail ini bertujuan memaparkan penafsiran lebih lanjut teori dasar arsitektur oleh Francis D. K. Ching dalam bukunya Shape, Form and Order, berdasarkan teori persepsi ruang rumusan kritikus desain  Peter Fuller dan psikoanalis D. W. Winnicott.

Teori  geometri Euclidean dijabarkan Ching (1990) dalam konteks arsitektur, dengan argumen “keterukuran” adalah faktor penting manusia menilai keoptimalan suatu estetika ruang. Manusia memaknai ruang dengan  cara mengacukan kehadirannya terhadap skala proporsi elemen-elemen fisik pembentuknya. Atau dengan kata lain, Ching menyatakan persepsi ditimbulkan oleh keobjektivan desain. Berbeda dengan teori Fuller (1980) dan Winnicott (1975), manusia dinyatakan memaknai estetika ruang berikut elemennya, berdasarkan asosiasinya atas memori personal. Artinya secara singkat, kesubjektivan persepsi manusialah yang menimbulkan desain.

Kedua teori ini  masing-masing memiliki kebenaran argumen dalam metode mendesain, terutama berkenaan dengan cara memahami makna tersurat dan tersirat suatu desain. Kami menganalisa aplikasinya dengan membandingkan tipikal desain ruang keluarga pada rumah-rumah urban Indonesia. Tujuannya meneliti cara masyarakat memaknai ruang sehari-hari dan sejauh mana peran desainnya mempengaruhi perilaku mereka berkehidupan.

Dengan jenaka dan populer, DK CHING ON TELLY mempresentasikan cara masyarakat kita memaknai image benda-benda fungsional sehari-hari, berikut pengaruhnya dalam membentuk karakter suatu gaya hidup.   

Presentasi yang jenaka, bertujuan mempermudah penonton dewasa, memahami teori pemaknaan ruang yang selama ini - terutama bagi mahasiswa desain - dianggap rumit.  Sementara untuk anak-anak, mereka diperkenalkan memahami sense of security konsep kepemilikan ruang dalam konteks sosial’. Dikemas dalam bentuk film animasi bisu, dengan menampilkan rutinitas para tokoh dalam bentuk dua dimensi - meniru lakon wayang - pada partikelir atau background sketsa ruang keluarga berwarna hitam putih, yang skalanya didistorsikan. Penikmat karya ini diajak memaknai pola kegiatan remeh-temeh sehari-hari manusia di tiga rumah dari pagi hingga malam, dengan cara seolah-olah “menonton” dari dalam tabung layar televisi yang terdapat di  ruang keluarga.


Output karya:

Tiga film animasi bisu berdurasi lima menit, serempak ditampilkan pada  tiga  televisi  yang berbeda. Diikutsertakan dalam pameran tunggal karya seni desain & arsitektur Sarah Ginting Architects, yang berjudul Hetero Arsitektur: Tamasya  Ruang Tanpa Batas di Selasar Soenaryo Art Space Bandung, selama sebulan, yang dikuratori: Yuswadi Saliya dan Agung Hujatnikajennong, 2006.







Tim Kerja SAGI-Architects © 2006:
Principal architect: Sarah Ginting
Junior architect: Revan Bramadika
Animation artist: Banung Grahita

e-mail: sarahginting@gmail.com






Tidak ada komentar:

Posting Komentar